Inilah Pesawat Mewah Nazaruddin
BOGOTA | SURYA - Berbeda dengan buronan lain seperti tersangka mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan (dari Singapura) atau tersangka narkoba Zarima Mirafsur (dari Amerika Serikat) yang dipulangkan memakai pesawat komersial, Muhammad Nazaruddin pulang dengan menumpang pesawat jet mewah.Pesawat yang dicarter pemerintah Indonesia untuk membawa pulang Nazaruddin, buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), adalah jenis Gulfstream G550. Biaya mencarter pesawat yang terbang dari Bandara El Dorado, Bogota, Kolombia, Kamis (11/8) pukul 17.15 atau Jumat (12/8) subuh WIB, menuju Jakarta itu mencapai sekitar Rp 4 miliar. Menempuh perjalanan 30 hingga 36 jam, Nazaruddin diperkirakan tiba di Indonesia melalui Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Sabtu (13/8) siang atau sore hari.
Rute yang akan dijelajahi pesawat canggih ini dari Bogota, Sudan, lalu ke Dubai, kemudian Jakarta.
Pesawat yang disewa secara khusus ini bermesin Rolls-Royce. Kapasitas tempat duduk untuk 14 sampai 19 penumpang dengan empat kru (pilot, kopilot dan dua pramugari). Di dalam pesawat, selain membawa bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, sejumlah tim penjemput dari Kementerian Luar Negeri, Polri, Imigrasi, dan KPK turut serta. Sedangkan pilot dan ko-pilot pesawat itu adalah warga Amerika Serikat.
Kecepatan pesawat buatan Amerika Serikat ini mencapai 941 kilometer per jam. Di seantero dunia, pesawat ini hanya diproduksi 182 unit. Pesawat ini biasa dipakai oleh kalangan bisnis dan militer Amerika Serikat dan Israel. Pesawat ini diproduksi Gulsftream Aerospace yang bermarkas di Savannah, Georgia, Amerika Serikat. Pesawat ini dijual 50 juta dolar AS atau sekitar Rp 425 miliar.
Nazaruddin ditangkap polisi Kolombia Minggu (7/8) lalu di Kota Cartagena. Dia dijerat kasus suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang senilai Rp 197 miliar. Ia kabur sejak 23 Mei, sehari sebelum dicegah tangkal oleh Imigrasi atas permintaan KPK.
Selama dalam pelarian, Nazaruddin menebar tuduhan ke sejumlah orang, seperti Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum yang dituduh menerima aliran dana dari proyek kompleks olahraga Hambalang, Sentul, Bogor. Uang itu untuk biaya pemenangan Anas dalam merebutkan kursi ketua umum partai pada 2010 lalu. Anas berulang kali membantah tudingan itu.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, mengakui dana yang harus dikeluarkan untuk membawa pulang bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu memang cukup besar. “Tarifnya (sewa pesawat) itu 7.000-8.000 dolar AS per jam (atau Rp 59-68 juta dengan kurs per dolar Rp 8.500). Itu belum yang lain-lain, fee untuk landing, fee navigation, itu ada standarnya. Mahal atau tidak itu relatif,” kata Djoko usai rapat di Istana Presiden, Jumat (12/8).
Dengan tarif sebesar 8.000 dolar AS per jam, untuk sewa pesawat dengan jam terbang mencapai 30 jam saja sudah mencapai Rp 2 miliar lebih. Belum lagi biaya-biaya lainnya. Biaya pemulangan Nazaruddin diambil dari anggaran KPK yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Bachrul Alam mengungkapkan alasan menggunakan pesawat carteran. “Supaya tidak lama, dan lebih aman,” kata Anton. Dia juga mengatakan, polisi melakukan pengamanan ekstra untuk melindungi Nazaruddin.
Menurut Anton, di dalam pesawat carteran senilai Rp 4 miliar itu, Nazaruddin ditemani istri Neneng Sri Wahyuni, kerabatnya bernama Rahmat Nasir dan seorang temannya kewarganegaraan Singapura, Eng Kian Liem. Ketiganya ikut ditangkap bersama Nazaruddin.
Sesampainya di Indonesia nanti, Nazaruddin langsung akan diserahkan ke KPK. Petugas Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua, Kota Depok menyiapkan tempat untuk Nazaruddin.
Dosen Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia (UI), Bambang Widodo Umar berpendapat sebaiknya Nazaruddin ditahan di Rumah Tahanan Militer. Pertimbangannya, Rutan Militer jaminan keamanannya lebih besar. Sementara di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua pernah terjadi peristiwa yang mengusik kepercayaan publik yakni kaburnya tahanan kasus pajak Gayus Tambunan berkali-kali.
Sementara itu, tas hitam milik Muhammad Nazaruddin yang diamankan oleh Kedutaan Besar RI di Bogota sudah diserahkan kepada tim KPK yang ikut menjemput Nazaruddin. Tas yang dalam keadaan tersegel itu lantas dibuka, disaksikan wakil KBRI, tim KPK, dan tim penjemput.
Setelah dibuka, di dalam tas itu terdapat sebuah flash disk dan empat ponsel (dua di antaranya adalah BlackBerry dan satu Nokia). Juga ada dua gepok uang tunai masing-masing 10.000 dolar AS. Ditemukan pula dompet, charger ponsel, dan bolpoin.
Sebelum diterbangkan ke Indonesia, Nazaruddin sebenarnya telah berusaha menempuh berbagai cara agar dirinya diperiksa di Bogota, Kolombia, namun ditolak oleh otoritas pemerintah setempat. Permintaan Nazaruddin untuk mendapatkan perlindungan politik dalam status political asylum juga ditolak.
Menurut Wakil Duta Besar RI di Bogota, I Made Subagia, penolakan itu dilakukan karena pemerintah setempat tak ingin direpotkan oleh masalah kriminal seperti kasus Nazaruddin
Upaya tim pengacara Nazar di bawah koordinasi OC Kaligis untuk memperoleh akses perlindungan hukum juga tak bisa dilakukan maksimal. Bahkan, sejak ditangkap di Cartagena pada 7 Agustus malam lalu, Nazar tak pernah diberi kesempatan untuk didampingi pengacaranya dalam proses pemeriksaan di Imigirasi dan kepolisian setempat.
“Itu semata-mata karena aturan dan protokol pemerintah Kolombia,” kata Made. “Mereka minta ada kelengkapan surat kuasa dan sebagainya.”
Melalui Kaligis, Nazaruddin juga berusaha menyewa pengacara lokal dari kantor De La Espriella di Bogota DC, yaitu pengacara Abelardo De La Espriella. Bahkan, ia sudah berhasil mendapatkan surat kuasa yang ditulis dalam bahasa Spanyol dan diteken Nazaruddin plus cap jempolnya. Namun, hanya selang beberapa jam setelah surat itu dilengkapi, pukul 17.15 waktu setempat, Nazaruddin keburu dibawa terbang dengan pesawat khusus ke Indonesia.